"Selamat datang di darsonmate. Kita akan berbagi pengalaman dan persahabatan. Ok"

Rabu, 31 Maret 2010

Nilai Perkembangan IPTEK


NILAI-NILAI DALAM PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
(Tinjauan dari Filsafat Ilmu)
Oleh : Darsono & Rully Veranika
Abstrak : Terdapat dua pandangan terhadap nilai-nilai (moral) tentang ilmu. Pertama, menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologism maupun aksiologis. Kedua, netralitas ilmu terhadap nilai-nilai banyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya bahkan pemilihan obyek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Dalam perkembangannya ilmu bukan saja menjadi berkah bagi kehidupan manusia, akan tetapi juga mendatangkan kekawatiran dan kesengsaraan terhadap manusia. Seperti bayi tabung, kloning pada manusia, operasi ganti kelamin, dan pengembangan teknologi nuklir hingga sekarang masih menjadi pro dan kontra. Hal-hal tersebut dalam penerapannya hendaknya didasarkan pada aspek-aspek agama , aspek etika, aspek hukum atau legalitas dan aspek sosial atau kemasyarakatan. Sehingga ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia, membantu meningkatkan kesejahteraan kehidupan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.
Kata Kunci :Nilai-nilai, Ilmu Pengetahuan, Bayi tabung, Kloning pada manusia, Operasi ganti kelamin, Nuklir.
A. Pendahuluan
Ilmu dimulai dari pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia pula. Bagai kita memandang jagad raya ini. Seluas apakah jagad raya itu? Seluas pengetahuan kita, sejauh mata kita memandang, dan sedalam ilmu yang kita punya. Ilmu tidak mempelajari sesuatu di luar jangkauan pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari hal surga dan neraka, karena surga dan neraka berada di luar jangkauan pengalaman manusia. Demikian pula ilmu tidak mempelajari sebab musabab kejadian terciptanya manusia, karena hal tersebut juga berada diluar jangkauan pengalaman manusia. Hal-hal yang terjadi sebelum manusia hidup dan setelah manusia mati berada di luar penjelajahan ilmu.
Dalam batas pengalaman manusiapun, ilmu hanya berwenang dalam menentukan benar atau salah suatu pernyataan. Tentang baik dan buruk, ilmu berpaling kepada sumber-sumber moral. Sedangkan tentang indah dan jelek, ilmu berpaling kepada pengkajian estetik (Jujun SS., 2001 : 92).
Ilmu sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah dalam kehidupannya. Dengan menggunakan ilmu diharapkan untuk kita dapat mengatasi suatu penyakit, membangun gedung megah, membangun jembatan, membangun irigasi, membangkitkan tenaga listrik, menciptakan berbagai kendaraan, menciptakan alat komunikasi, merekayasa genetika pada hewan dan tumbuhan, dan sebagainya. Suatu kenyataan bahwa peradaban manusia sangat dipengaruhi oleh kemajuan ilmu dan teknologi.
Namun karena ilmu pula kita dihadapkan kepada suatu petaka dan kesengsaraan. Karena perkembangan ilmu manusia dihadapkan kepada suatu kekawatiran dan kegelisahan. Perkembangan ilmu di bidang nuklir telah membawa kekawatiran banyak pihak akan musnahnya dunia karena kedahsyatannya. Perkembangan ilmu di bidang rekayasa genetika (bila diterapkan pada manusia) membawa suatu kegelisahan akan terciptanya manusia yang tidak beradab yang jauh dari nilai moral ataupun nilai agama. Dengan ilmunya seolah manusia ingin menciptakan manusia, yang akan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri.
Oleh karena adanya kegelisahan dan kekawatiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan tersebut, perlu adanya tinjauan baik dari aspek agama, aspek etika, aspek hukum atau legalitas dan aspek sosial atau kemasyarakatan. Apakah perkembangan ilmu pengetahuan bebas dari nilai-nilai moral? Bagaimana nilai-nilai perkembangan ilmu pengetahuan ditinjau dari berbagai aspek tersebut?
B. Ilmu dan Moral
Ilmu tanpa agama adalah buta, demikian kata Einstein. Kebutaan moral dari ilmu itulah yang membawa kemanusiaan kejurang malapetaka dan kesengsaraan. Tak selamanya ilmu adalah suatu berkah.
Oleh karena ilmu, telah melahirkan 40.000 kepala nuklir berkekuatan 1.000.000 kali bom atom di Hiroshima, yang mampu membuat bumi ini hancur berkeping-keping. Ilmu pula yang membawa kita berada diambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Bila ini terjadi, ilmu bukan lagi sebagai sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun kemungkinan akan mengubah hakikat manusia itu sendiri dan ilmu akan menciptakan tujuan hidup itu sendiri.
Tidak ada yang salah dengan ilmu. Tergantung bagaimana menggunakannya, kearah mana ilmu dikembangkan, dan sampai batas mana wewenang penjelajahan ilmu. Bagai sepucuk pistol. Ditangan penjahat akan dipergunakan untuk merampok, membunuh dan juga meneror. Tetapi ditangan seorang polisi, dipergunakan untuk melawan kejahatan itu sendiri. Jadi tergantung bagaimana menggunakan pistol itu. Tergantung siapa yang menggunakan, dan bagaimana moral penggunanya. Bila dipergunakan untuk kejahatan apakah si pistol harus dihukum. Begitu pula sebaliknya, bila dipergunakan untuk menumpas kejahatan, tidak lantas si pistol memperoleh penghargaan.
Demikian pula dalam menyingkapi masalah ilmu. Para ilmuwan berpaling kepada hakikat moral. Moral berkaitan dengan nilai-nilai. Dihadapkan kepada masalah moral, para ilmuwan sendiri terbagi menjadi dua golongan pendapat. Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologism maupun aksiologis. Tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya. Golongan kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai banyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya bahkan pemilihan obyek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Golongan kedua berpendapat bahwa ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan (Jujun SS, 2001 : 235).
Kenetralan seorang ilmuwan disebabkan anggapan bahwa ilmu pengetahuan merupakan rangkaian penemuan yang mengarah kepada penemuan selanjutnya, melalui proses kumulatif secara teratur. Dalam aspek-aspek lain tentang apa yang akan ditelaah dan bagaimana ilmu pengetahuan dipergunakan, seorang ilmuwan terikat oleh moral. Akan tetapi ia tidak boleh menyembunyikan hasil penemuan karena kebenaran tidak boleh disembunyikan.
Berkaitan dengan ilmu dan moral tersebut, berikutnya akan kita tinjau nilai-nilai dalam perkembangan ilmu pengetahuan sebagai berikut. Lanjutnya ntar yah, .......
Read More..

Filsafat Geometri

TINJAUAN “GEOMETRI”

BERDASARKAN FILSAFAT MATEMATIKA

(Makalah : Disusun sebagai tugas pada mata kuliah Filsafat Ilmu)

Oleh : Darsono (NIM 0103509003)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata geometri berasal dari bahasa Yunani (greek) yang berarti ukuran bumi. Maksudnya mencakup mengukur segala sesuatu yang ada di bumi. Geometri kuno sebagian dimulai dari pengukuran praktis yang diperlukan untuk pertanian orang – orang Babylonia dan Mesir. Kemudian geometri orang Mesir dan Babyloni ini diperluas untuk perhitungan panjang ruas garis, luas dan volume. Menurut kamus Bahasa Indonesia, “Geometri” merupakan cabang matematika yang menerangkan sifat-sifat garis, sudut, bidang, dan ruang; atau geometri juga berarti ilmu ukur.

Geometri merupakan salah satu aspek matematika di samping aljabar, statistika dan peluang, logika, trigonometri, dan kalkulus. Dalam pembelajaran matematika di sekolah, geometri lebih berkenaan dengan bangun-bangun geometri, garis dan sudut, kesebangunan, kekongruenan, transformasi, dan geometri analitis. Geometri merupakan bagian dari matematika yang mempelajari pola-pola visual, yang akan menghubungkan matematika dengan dunia nyata. Geometri juga dapat dipandang sebagai sistem matematika yang menyajikan fenomena yang bersifat abstrak (tidak nyata), akan tetapi dalam pembelajarannya bertahap didahului dengan benda-benda kongkret sebagai media sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Obyek geometri merupakan hal yang abstrak yang tidak dapat diraba, dipegang, atau diamati secara langsung melalui panca indera. Misalnya bila kita menunjuk sebuah persegipanjang dan kemudian menggambarkan atau membuatnya dengan mnggunakan lidi atau kawat, sesungguhnya itu bukanlah persegipanjang yang dimaksudkan di dalam geometri. Ia hanyalah sebuah model persegipanjang. Sedangkan persegipanjang sebenarnya hanya ada dalam alam pikir manusia. Siapa yang bisa menetapkan seberapa besar garis atau sisi sebuah persegipanjang. Demikian pula bagaimana dengan ketebalan sebuah persegipanjang. Hal-hal tersebut tak pernah terungkap di saat membicarakan persegipanjang dan juga benda-benda geometri yang lainnya. Akan tetapi mereka ada dan dapat dipelajari sebagai materi matematika yang sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari dan juga dalam pengembangan ilmu dan teknologi.

Peranan geometri tidak diragukan lagi dari masa perkembangannya di Mesir dan Basilonia untuk kepentingan praktis mereka seperti membuat bangunan dan menghitung luas tanah hingga sekarang telah memberikan sumbangan yang besar dalam perkembangan ilmu dan teknologi modern. Piramida-piramida bangsa Mesir kuno yang dibangun 4000 tahun yang lalu, masih merupakan contoh yang paling kuat dari struktur yang menggunakan bentuk-bentuk segitiga. Bangunan batu yang sangat besar ini terdiri dari dinding segitiga miring yang diatur di atas dasar persegi.

Kalaupun obyek geometri itu abstrak, akan tetapi mereka “ada”. Adalah sebuah kenyataan bahwa geometri sebagai suatu aspek matematika yang sangat penting dan berperan dalam kehidupan. Geometri menjadi materi yang ingin diketahui secara mendasar dan fundamental untuk pengembangan matematika itu sendiri dan pengembangan kemampuan berpikir manusia secara logis. Oleh karena itu perlu adanya tinjauan tentang ”geometri” tersebut berdasarkan filasafat matematika. Perlu ada tinjauan tentang geometri terhadap aspek-aspek ontologi, epistimologi dan aksiologi matematika. Dengan demikian diharapkan geometri menjadi lebih bermakna, lebih bermanfaat dan pengembangannya tidak perlu diragukan lagi.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang perlunya tinjauan geometri berdasarkan filsafat matematika, maka perlu kiranya lebih mengenal tujuan dan objek geometri, perkembangan geometri, dan hubungannya dengan filsafat matematika. Sehingga yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah :

1. Bagaimana permulaan geometri berkembang ?

2. Apakah tujuan, ruang lingkup dan obyek geometri ?

3. Bagaimana tinjauan atas geometri berdasarkan filsafat matematika ?

Ketiga permasalahan tersebut akan dibahas pada bab II dan dari pembahasan tersebut disimpulkan pada bab III.

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

a. Mengetahui perkembangan geometri dari permulaan munculnya ilmu geometri hingga perkembangan geometri di masa sekarang.

b. Mengetahui tujuan, ruang lingkup, dan objek dari geometri.

c. Meninjau dan mengkaji tentang geometri berdasarkan filsafat matematika.

2. Manfaat

Makalah ini akan sangat bermanfaat bagi pemerhati dan pengguna ”geometri” dan terutama bagi mahasiswa program studi Pendidikan Dasar Pasca Sarjana Unnes, untuk dapat memperlakukan geometri dengan lebih bijaksana dan mengembangkan serta memanfaatkannya sesuai dengan bidang dan penerapannya.

BAB II

TINJAUAN GEOMETRI BERDASARKAN FILSAFAT MATEMATIKA

A. Permulaan Geometri

Pada awalnya geometri yang lahir dan berkembang di Mesir dan Babilonia merupakan sebuah hasil dari keinginan dan harapan para pemimpin pemerintahan dan agama pada masa itu. Hal ini dimaksudkan untuk bisa mendirikan bangunan yang kokoh dan besar. Teknik-teknik geometri yang berkembang pada masa itu pada umumnya masih kasar dan bersifat intuitif, akan tetapi cukup akurat dan dapat memenuhi kebutuhan perhitungan. Berbagai fakta tentang teknik-teknik geometri saat itu termuat dalam Ahmes Papirus yang ditulis lebih kurang tahun 1650 SM dan ditemukan pada abad ke-9. Dalam Papirus ini terdapat formula tentang perhitungan luas daerah suatu persegipanjang, segitiga siku-siku, trapesium yang mempunyai kaki tegak lurus dengan alasnya, serta formula tentang pendekatan perhitungan luas lingkaran.

Matematikawan yang pertama kali tidak puas terhadap metode yang didasari semata-mata pada pengalaman adalah Thales (640 546 SM). Sehingga masyarakat sekarang menghargai Thales sebagai orang yang selalu berkata ”Buktikan itu!” dan bahkan ia selalau melakukan pembuktian tersebut (Wakyudin, 2004: 137).

Sepeninggal Thales muncullah Pythagoras (582 – 507 SM) berikut pengikutnya yang dikenal dengan sebutan Pythagorean melanjutkan lengkah Thales. Para Pythagorean menggunakan metode pembuktian untuk membuktikan Teorema Pythagoras dan teorema-teorema jumlah sudut dalam suatu poligon, sifat-sifat dari garis-garis yang sejajar, teorema tentang jumlah-jumlah yang tidak dapat diperbandingkan, serta teorema tentang lima bangun padat beraturan.

Hasil kerja dan prinsip Thales telah menandai awal dari sebuah era kemajuan matematika yang mengembangkan pembuktian deduktif sebagai alasan logis yang dapat diterima. Pembuktian deduktif diperlukan untuk menurunkan teorema dari postulat dan selanjutnya untuk disusun pernyataan baru yang logis. Pengembangan pembuktian deduktif mencapai puncaknya dengan lahirnya buku karya Euclid yang diberi judul Element.

Element menjadi sebuah karya yang maha penting dalam sejarah masyarakat dunia yang kebanyakan dari pekerjaan itu bersifat oroginal, sebagai metode deduktif dengan mendemonstrasikan sebagaian besar pengetahuan yang diperlukan melalui penalaran. Teorema ke-5 dalam buku ini cukup dikenal, yaitu sudut alas dalam sebuah segitiga samakaki (isosceles) adalah kongruen. Metode yang sekarang lebih sering digunakan untuk membuktikan teorema ini memerlukan konstrukti suatu garis bagi sudut melalui titik sudutnya.

Dalam buku Element, Euclid menulis banyak pembuktian dari teori-teori yang sudah terkenal. Karya Euclid sangat berpengaruh sampai saat ini sehingga dalam geometri untuk garis, titik, bentuk, dan bidang-bidang namanya digunakan sebagai ”geometri Euclid”.

Demikian selanjutnya, selama lebih kurang empat abad terakhir Element telah mengalami kritikan dan pujian hingga lambat laun lebih disempurnakan. Hasil dari berbagai penyempurnaan itu lahirlah geometri analitik, geometri projektif, topologi, geometri non-Euclid, logika, dan kalkulus.

B. Tujuan, Ruang Lingkup dan Objek Geometri

Geometri merupakan salah satu aspek mata pelajaran Matematika di sekolah, di samping aspek bilangan, aljabar, statistika dan peluang, logika, trigonometri, dan kalkulus.

Salah satu tujuan diajarkannya geometri di sekolah, menurut Suydan dalam Kusni (1999 : 3) adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis. Berkaitan dengan tujuan ini, pengenalan geometri mempunyai tujuan dasar untuk memberikan kesempatan siswa menganalisis lebih jauh dunia tempat hidupnya serta memberikan sejak dini landasan berupa konsep-konsep dan peristilahan yang diperlukan pada pendidikan jenjang berikutnya. Menurut Kusni, dengan mempelajari geometri sekaligus dapat menumbuhkembangkan kesenangan intelektual yang sesungguhnya terhadap matematika.

Geometri menjadi materi penting karena melibatkan kemampuan kognitif siswa. Soemadi (2000: 1) mengatakan bahwa pada dasarnya tujuan geometri adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengajar membaca dan menginterprestasikan argumen-argumen matematika, menanamkan pengetahuan (geometri) yang diperlukan untuk studi lanjut dan mengembangkan kemampuan keruangan.

Idealnya, pembelajaran geometri tidak hanya mencakup aspek-aspek formal yang diperlukan untuk sekolah menengah, melainkan juga memfokuskan pada lingkungan fisik siswa. Siswa diberi kesempatan menyelidiki, mencoba, menemukan, menduga berbagai ide, dan didorong untuk merumuskan pernyataan yang tepat, logis, serta memeriksa kebenaran kesimpulan.

Permasalahan yang kemudian muncul dalam pembelajaran geometri diantaranya adalah berkaitan dengan objek geometri adalah benda-benda pikir yang abstrak, sedangkan tingkat perkembangan berpikir siswa berpikir secara kongkret.

Menurut Piaget dalam Ruseffendi (1994 : 19), tahap pertama anak belajar geometri adalah topologis. Mereka belum mengenal jarak, belum mengenal kelurusan, dan semacamnya. Mereka baru mengenal apakah sesuatu itu ada di dalam atau ada di luar. Demikian pula pada tahap berpikir kongkrit ke bawah anak-anak masih memerlukan bantuan benda-benda kongkret. Menurut Van Hiele dalam Ruseffendi, berdasarkan hasil penemuannya mengemukakan bahwa siswa belajar geometri melalui 5 tahap : pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan keakuratan. Agar siswa belajar geometri dengan mengerti, mereka harus memahami tahap-tahap yang lebih rendah terlebih dahulu.

Memperhatikan tingkat perkembangan berpikir siswa dari berpikir secara kongkret menuju tingkat berpikir abstrak, maka teknik pembelajaran pada masing-masing jenjang pendidikan menjadi berbeda. Sedangkan ruang lingkup materi geometri tersebut mungkin bisa sama. Misalnya materi bangun datar, telah dipelajari dari jenjang SD, SMP, SMA, dan hingga perguruan tinggi terus berkembang menjadi geometri analit datar. Ruang lingkup materi tentang bangun datar, akan tetapi cara penyampaian dan tingkat kedetailannya berbeda dari satu jenjang ke jenjang berikutnya.

Secara umum ruang lingkup geometri adalah mengenai garis dan sudut, bangun-bangun datar, bangun-bangun ruang, kesimetrian, kesebangunan, kekongruenan, dan geometri analitis. Dalam perkembangannya, geometri seperti lebih merujuk ke bentuk-bentuk yang sudah pasti seperti segitiga, segiempat, lingkaran, bangun ruang seperti kubus, balok, prisma, bola dan sebaginya. Di dalam bentuk-bentuk ini terdapat rumus-rumus yang mendasarinya. Termasuk juga penerapannya dalam sistem koordinat Cartesius baik untuk dimensi dua ataupun dimensi tiga.

Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika menengah, karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi. Geometri juga merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur matematika.

Usiskin mengemukakan bahwa:

1. geometri adalah cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual,

2. geometri adalah cabang matematika yang menghubungkan matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata,

3. geometri adalah suatu cara penyajian fenomena yang tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan

4. geometri adalah suatu contoh sistem matematika.

Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik. Sedangkan Budiarto menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik.

C. Filsafat Matematika dan Tinjauan Geometri

Menurut Gie dalam Dwin Gideon (2004 : 216), filsafat matematika merupakan sudut pandang yang menyusun dan mempersatukan pelbagai bagian dan kepingan matematik berdasarkan beberapa asas dasar. Persoalan dalam filsafat matematika dapat diperinci menjadi tujuh persoalan sebagai bertikut:

1) Epistemologi matematik, yang menelaah matematika berdasarkan berbagai segi pengetahuan seperti kemungkinan, asal mula, sifat alami, batas, asumsi dan landasan.

2) Ontologi matematik, yang mempersoalkan cakupan pernyataan matematik sebagai dunia nyata atau bukan.

3) Metodologi matematik, yang menelaah metode khusus yang dipergunakan dalam matematika.

4) Struktur logia matematik, yang membahas matematika sebagai struktur yang bercorak logis, yaitu struyktur yang tunduk pada kaidah logika (law of logic), dan yang mencapai kesimpulan logis (logical conclusions) tanpa menghiraukan keadaan dunia empirik.

5) Implikasi etis matematis, yang berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan matematika dalam pelbagai bidang kehidupan, yang dipandang dari sudut pandang etika.

6) Aspek estetis matematik, yang berkaitan dengan ciri seni dan keindahan matematika, yang diukur berdasarkan orisinalitas ide, kesederhanaan dalil, dan kecemerlangan pemikiran; dan

7) Peranan matematik dalam sejarah peradaban, yang meliputi analisis, deskripsi, evaluasi, dan interpretasi tentang peranan matematik dalam peradaban sejak zaman kuno hingga abad modern.

Pada geometri, hal yang berhubungan dengan dengan filsafat adalah keberadaan objeknya. Hal ni berhubungan dengan persoalan tentang ”ada”, sehingga berada pada ranah ontologi. Matematika ditinjau dari aspek ontologi, dimana aspek ontologi telah berpandangan untuk mengkaji bagaimana mencari inti yang yang cermat dari setiap kenyataan yang ditemukan, membahas apa yang kita ingin ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental. Pembahasan geometri meliputi benda-benda abstrak sebagai objeknya. Pada kenyataannya, benda-benda abstrak tersebut dapat dimodelkan dengan benda-benda kongkret sebagai objek pengamatan, khususnya pada tahap awal pembelajaran tentang geometri di SD ataupun SMP. Pemodelan tersebut tetap harus memperhatikan batasan-batasan atau definisi atau pengertian dari benda-benda geometri yang dimaksud.

Sehingga upaya mengkongkretkan banyalah untuk mempermudah dalam penginderaan dan diarahkan untuk tidak merancukan atas definisi atau pengertian benda-benda geometri yang sebenarnya. Dengan pengamatan inderawi, para subjek pembelajar diharapkan memahami pengetahuan melalui pengenalan dan pengertian. Pada akhirnya diarahkan untuk memahami objek geometri sebenarnya yang bersifat abstrak dan hanya ada di alam pikiran.

Pada ranah epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan konsep-konsep yang kongkrit, kontektual, dan terukur matematika dapat memberikan jawaban secara akurat. Perkembangan struktur mental seseorang bergantung pada pengetahuan yang diperoleh siswa melalui proses asimilasi dan akomodasi. Penalaran matematika adalah penalaran induktif dan deduktif . Berpikir induktif diartikan sebagai berpikir dari hal-hal khusus menuju umum, berpikir deduktif diartikan sbagai berpikir dari hal khusus menuju umum. Dalam geometri upaya memahami hal-hal yang abstrak guna memperoleh penyelesaian dilakukan melalui pembelajaran yang kontekstual dan pemodelan yang lebih kongkret. Pada asal mula lahirnya geometri, berawal dari upaya untuk mencari solusi terhadap masalah-masalah kongkret dalam kehidupan manusia. Berawal dari keinginan untuk membuat bangunan yang megah dan indah, mempermudah pengukuran, mengakuratkan perhitungan, dan menyelesaikan masalah keruangan lainnya.

Sifat alami geometri yang abstrak berkaitan dengan bangun-bangun pada matematika, berawal dari persoalan nyata kehidupan manusia. Sehingga hubungan antara realitas dan penyusunan pengertian manusia berhubungan erat dengan fenomenologi. Menurut Edmund Hussrel dalam Dwin Gideon (2004 : 217), seluruh ciri benda yang masuk ke dalam kesadaran sebagai fenomena. Fenomena bersifat intensional, yang berarti selalu berhubungan dengan struktur kesadaran. Kesadaran senantiasa terarah menampakkan diri, sehingga terjadi korelasi antara kesadaran dengan fenomena.

Di dalam kesadaran, fenomena berwujud sebagai perwakilan atas objek. Sartre menamakan perwakilan atas objek di dalam kesadaran dengan istilah imaji. Konsep imaji Sartre mempunyai dasar pengertian pada fenomena dan konstitusi Husserl, yang terlihat pada penjelasan :

“Dengan demikian kata imaji hanya menunjukkan hubungan kesadaran dengan obyek; dengan perkataan lain, imaji berarti cara di mana objek menampakkan dirinya dalam kesadaran, atau suatu cara dimana kesadaran menghadirkan objek

untuk kesadaran itu sendiri” (Sartre dalam Dwin Gideon, 2004 : 218).

Imaji dalam kesadaran mempengaruhi proses kognitif terhadap keberadaan objek yang tidak bersifat tunggal. Di saat indera menangkap objek geometri atau pemodelannya, persepsi akan menangkap keseluruhan objek sesuai dengan setyiap imaji dan menghasilkan imaji tentang onjek yang dilihat beserta keadaan lain seperti sifat-sifatnya. Sehingga di saat berhadapan dengan objek geometri yang sebenarnya (abstrak) yang memiliki kesamaan ciri-ciri dengan hasil pengamatan sebelumnya, kesadaran akan membentuk imaji dari objek geometri tersebut. Berdasarkan gagasan tentang imaji, objek-objek tersebut mendapati landasan ontologinya.

Geometri sebagai ilmu abstrak, dalam perlembangannya berperan besar terhadap kemajuan teknologi untuk memecahkan masalah praktis dan moral. Sehingga disamping mendapati landasan ontologinya, geometri dengan mudah juga akan mendapati landasan aksiologinya.

Aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu. Aksiologi merupakan filsafat nilai, menguak baik buruk, benar-salah dalam perspektif nilai. Aksiologi matematika sendiri terdiri dari etika yang membahas aspek kebenaran, tanggungjawab dan peran matematika dalam kehidupan, dan estetika yang membahas mengenai keindahan matematika dan implikasinya pada kehidupan yang bisa mempengaruhi aspek-aspek lain terutama seni dan budaya dalam kehidupan. Jadi, jika ditinjau dari aspek aksiologi, matematika seperti ilmu-ilmu yang lain, yang sangat banyak memberikan kontribusi perubahan bagi kehidupan umat manusia di jagat raya nan fana ini. Segala sesuatu ilmu di dunia ini tidak bisa lepas dari pengaruh matematika.

Dimulai dengan pertanyaan dasar untuk apa penggunaan pengetahuan ilmiah? Apakah manusia makin cerdas dan makin pandai dalam mencapai kebenaran ilmiah,maka makin baik pula perbuatannya. Dengan kemajuan ilmu dan teknologi maka pemenuhan kebutuhan dapat diperoleh secara cepat, tepat dan mudah. Tetapi ada juga yang menimbulkan bencana bagi manusia seperti perang, senjata nuklir dan lain-lain.

Bagaimana batas wewenang penelitian keilmuwan dan kemana perkembangan ilmu harus diarahkan, harus ditampakkan interaksi ilmu dan moral. Dari ilmu yang abstrak berubah menjadi teknologi untuk memecahkan masalah praktis dan moral. Begitu juga matematika kita mempelajarinya secara abstrak tetapi dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai ilmu pengetahuan. Manusia adalah makhluk yang berpikir artinya manusia selalu berpikir/memikirkan masalah secara rasional (pemikiran logis). Sikap seorang ilmuwan didasarkan pada etika dan agama berarti tanggungjawab terhadap Tuhan, masyarakat dan diri sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut matematika dipandang sebagai ilmu abstrak yang tidak bebas nilai dan moral, sehingga hasil pemikiran seorang matematikawan bisa bermanfaat bagi umum. Tidak dapat menerima sesuatu dengan asal-asalan tetapi harus dipikir secara mendalam dan teliti.

Geometri sebagai aspek dari matematika tidak dapat hanya dipandang sebagai bagian dari matematika. Hal ini karena adanya keterkaitan antar aspek yang satu dengan yang lain dalam matematika untuk secara bersama-sama memberikan sumbangan dalam kemajuan ilmu dan teknologi. Geometri bersama matematika bertujuan untuk : 1) Melatih cara berfikir dan benalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonistensi, 2) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba, 3) Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, dan 4) Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau memgkomunikasikan gagasan melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, dalam menjelaskan gagasan.

Sedangkan nilai-nilai matematika dapat dilihat pada penggunaanya seperti : 1) Digunakan dalam bidang sains dan teknik, 2) Untuk penelitian masalah tingkah laku manusia, 2) Membantu manusia dalam berdagang dan bidang perekonomian, 3) Ilmu matematikan juga digunakan dalam bidang komputer, 4) Membantu manusia berpikir secara matematis dan logis, dan 5) Dengan bilangan, manusia dapat menentukan kuantitas.

Pada aspek estetika yang membahas mengenai keindahan geometri dan implikasinya pada kehidupan yang bisa mempengaruhi aspek-aspek lain terutama seni dan budaya pada kehidupan. Banyak bangunan megah dan indah dihasilkan dari penerapan geometri pada bidang arsitektur. Bentuk geometris dalam sebuah perumahan modern menunjukkan area-area yang melingkar, garis lurus, konstruksi atap yang berbentuk segitiga, kotak-kotak yang rapi ataupun halaman rumah berbentuk persegipanjang, dan banyak bangun yang simetris terhadap suatu garis. Alam sendiri sama sederhananya dalam hal kesimatrian dan keindahannya, seperti halnya dalam sayap kupu-kupu yang memiliki bentuk identik. Bentuk-bentuk seperti lingkaran, persegipanjang, spiral, dan segitiga bisa kita temukan dalam peninggalan bangsa-bangsa prasejarah, meskipun sebenarnya pola-pola ini telah ada di alam sebelum manusia pertama tercipta. Lompatan pemahaman mengenai geometris merupakan hal yang benar-benar penting dalam sejarah matematika, juga dalam membuat landasan dari teori-teori spektakuler mengenai pergerakan planet-planet, perspektif, dan sebagainya.

Titik-titik, garis-garis, , sudut-sudut, dan bidang-bidang dijadikan sebagai dasar dari bentuk-bentuk geometris. Ketertarikan orang-orang Yunani terhadap geometri memulai sebuah renovasi dalam matematika. Misalnya, dalam sarang lebah madu, kristal-kristal, dan atom. Keduanya juga digunakan dalam bangunan-bangunan yang kita dirikan, mulai dari jembatan-jembatan besar sampai dengan satelit-satelit yang mengorbit ke bumi.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Dari uraian dan pembahasan pada bab II makalah ini, dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.

1. Permulaan geometri lahir dan berkembang di Mesir dan Babilonia merupakan sebuah hasil dari keinginan dan harapan para pemimpin pemerintahan dan agama pada masa itu untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari secara intuitif dan berkembang pembuktian deduktif sebagai alasan logis yang dapat diterima.

2. Tujuan geometri adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengajar membaca dan menginterprestasikan argumen-argumen matematika, menanamkan pengetahuan (geometri) yang diperlukan untuk studi lanjut dan mengembangkan kemampuan keruangan.

3. Ruang lingkup geometri adalah mengenai garis dan sudut, bangun-bangun datar, bangun-bangun ruang, kesimetrian, kesebangunan, kekongruenan, sistem kordinat dan transformasi, dan geometri analitis. Sedangkan objek geometri merupakan benda-benda pikir yang abstrak yang hanya ada di alam pikiran manusia.

4. Tinjauan ontologi melihat bahwa geometri merupakan sesuatu yang bereksistensi karena dapat ditangkap oleh pengenalan manusia, yang berawal dari pengamatan objek kongkret sebagai model menuju pengetahuan abstrak dalam kesadaran manusia.

5. Geometri mengembangkan pemikiran logis melalui objek abstrak yang berawal dari keinginan menyelesaikan masalah kehidupan nyata menuju kepada peranannya dalam bidang ilmu dan teknologi. Pada ranah epistemologi ini, kebenaran pengetahuan geometri pada akhirnya harus dapat dibuktikan secara deduktif sehingga penarikan kesimpulan dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya secara matematis.

6. Geomerti berperan dalam pengembangan ilmu dan teknologi. Geometri juga telah memberikan sumbangan tentang cara berpikir. Keindahannya terpancar pada penggunaannya dalam bidang pembangunan. Sehingga dengan mudah geometri mendapati landasan aksiologinya.

B. Saran

Pada akhir makalah ini, penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Geometri telah mendapatkan landasan pada tiga ranah kajian filsafat ilmu (matematika) yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Oleh karenanya geometri agar dapat dikembangkan secara bijak sehingga lebih bermanfaat baik untuk matematika itu sendiri ataupun perkembangan ilmu yang lain serta berperan dalam perkembangan kemajuan teknologi.

2. Tinjauan atas geometri pada makalah ini masih bersifat umum, sehingga diperlukan adanya tinjaun atas geometri secara lebih terperinci untuk tiap-tiap materi geometri berdasarkan filsafat matematika.

DAFTAR REFERENSI

Benny, Andrianto. Filsafat matematika. (On Line) diambil tanggal 14 September 2009.

Gideon, Dwin M. Tinjauan atas ”Fungsi” Berdasarkan Filsafat matematika. Jurnal Filsafat Ilmu, 2004. (On line) diambil tanggal 14 September 2009

Kusni. Pembelajaran Geometri Berbasis Konstruktivis Realistik. Makalah untuk seminar sehari MGMP Matematika. Pekalongan, 1999

Ruseffendi, E.T. Pendidikan Matematika 3. Jakarta :Depdikbud, 1994

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2001.

Wahyudin, Sudrajat. Ensiklopedi Matematika dan Peradaban Manusia. Jakarta : Tarity Samudra Berlian, 2003

Wahyudin, Sudrajat. Ensiklopedi Matematika untuk SMP. Jakarta : Tarity Samudra Berlian, 2003

...............Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 1995

Read More..