"Selamat datang di darsonmate. Kita akan berbagi pengalaman dan persahabatan. Ok"

Senin, 03 Mei 2010

Bikin Karya Ilmiah tidak sulit, hanya memulai yg sulit

Kalau ingin bikin karya ilmiah, ya belajar dulu dong. Nih contohnya dr Bunda SC Read More..

Contoh Proposal PTK,

Temen-temen guru, jangan alergi dengan kata "penelitian". Coba aja. Mau contoh proposal Read More..

Artikel Pembelajaran Matematika

Pingin berbagai artikel pembelajaran matematika, yuk ikuti aku Read More..
http://scmariani-unnes.blogspot.com/2008/11/pembelajaran-matematika-sekolah.html Read More..

Perkembangan Intellegence

PERKEMBANGAN INTELEGENSI PESERTA DIDIK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Definisi pertumbuhan ialah perubahan secara fisiologis dari hasil proses kematangan fungsi-fungsi jasmani sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan (Baharuddin, 2009 : 66). Pertumbuhan dapat diartikan sebagai proses berubahnya keadaan jasmaniah (fisik) yang turun-temurun dalam bentuk proses aktif yang berkesinambungan (terstruktur). Sedangkan menurut Nana Syaodih (2003: 111), perkembangan berkenaan dengan peningkatan kualitas, yaitu peningkatan dan penyempurnaan fungsi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan berkenaan dengan penyempurnaan struktur, sedang perkembangan dengan penyempurnaan fungsi.
Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai persamaan yakni suatu peoses perubahan yang menuju kearah kesempurnaan. Kedua istilah tersebut bersifat integral. Adapun perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan adalah berdasarkan aspek-aspek berikut.
a. Pertumbuhan merupakan perubahan yang menuju kesempurnaan beraitan dengan fisik, perkembangan merupakan perubahan yang menuju kesempurnaan berkaitan dengan psikis.
b. Pertumbuhan yang bersifat kuantitatif menyangkut perubahan material yang bersifat biologis, seprti badan menjadi tegap, kaki dan tangan semakin panjang. Adapun perekmbangan merupakan proses perubahan yang bersifat kualitatif yang menyatu pada mutu fungsi orgam-organ jasmaniah atau penyempurnaan fungsi psikologi yang disandang oleg organ-organ fisik. (Baharudin, 2009 : 70).
Tinggi rendahnya mutu hasil perkembangan peserta didik terdiri dari factor-faktor sebagai berikut. (Ngalim Purwanto, 1999: 55).


a. Pembawaan
Pembawaan di tentukan oleh sifat-sifat dan cirri-ciri yang di bawa sejak lahir.
b. Kematangan
Tiap orang dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
c. Pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelejensi.
d. Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
e. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah.
Perkembangan anak pada dasarnya adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam seluruh dimensi yang ada dalam diri anak, baik dimensi fisik, dimensi sosial, dimensi emosi, kognitif (berpikir), dan dimensi spiritual. Dimensi-dimensi perkembangan anak meliputi fisik, sosial, emosi, kognitif, dan spiritual berhubungan erat satu sama lain. Perubahan dalam satu dimensi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh dimensi lain. Perkembangan dalam satu dimensi dapat membatasi atau memfasilitasi perkembangan pada dimensi-dimensi lainnya (Sroufe, Cooper, & DeHart 1992; Kostelnik, Soderman, & Whiren 1993 dalam Irwan Nuryana K, 2008).
Pada dasarnya, latar belakang pentingnya mempelajari perkembangan anak adalah bertumpu kepada kepentingan dunia pendidikan. Para tokoh pendidikan ataupun para ahli yang berkecimpung di dunia pendidikan marasa amat berkepentingan untuk memahami “rahasia anak” yang sedang dalam proses “tumbuh-kembang”. Comenius, seorang pendidik pada abad 16-17 mempunyai prinsip bahwa pengajaran harus menarik perhatian anak. Karenanya ia berupaya mempelajari sifat-sifat khas dari anak. Diketemukan bahwa anak tidak sama dengan orang dewasa, sehingga anak tidak boleh dianggap seperti orang dewasa yang bertubuh kecil. (Eddy H dan Soebanoe, 1989 : 19).
Pestalotzi, seorang pendidik anak-anak pada abad 18-19 berprinsip bahwa pendidikan harus sesuai dengan perkembangan jiwa anak. Karenanya, guru yang tanpa pengetahuan tentang kejiwaan anak, tak mampu berbuat banyak atau gagal (Eddy H dan Soebanoe, 1989 : 20).
Dari beberapa pandangan tersebut dapat diungkap bahwa seorang pendidik yang ingin berhasil hendaknya memahami perkembangan jiwa peserta didiknya. Pendidik mestinya memahami perkembangan peserta didik dari segala aspek. Karena perubahan dalam satu dimensi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh dimensi lain.
Dari seluruh aspek-aspek perkembangan perserta didik tersebut yang akan dibahas pada makalah ini adalah perkembangan inteligensi peserta didik. Menurut Edward Thorndike dalam Baharuddin (2009), “Intelligence is demonstrable in ability of the individual to make good responses from the stand point of truth or falt”. (Inteligensi ialah kemampuan individu untuk memberikan respons yang tepat (baik), terhadap stimulus yang diterimanya).

B. Permasalahan
1) Bagaimanakah tahap-tahap perkembangan inteligensi peserta didik?
2) Bagaimanakah implementasi perkembangan inteligensi peserta didik dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah?

C. Tujuan dan Manfaat
a. Tujuan
1) Mendiskripsikan tahap-tahap perkembangan inteligensi peserta didik?
2) Mengungkap implementasi perkembangan inteligensi peserta didik dalam pelaksanan pendidikan di sekolah
b. Manfaat
1) Menambah bekal pengetahuan dan sebagai bahan kajian pada diskusi kelas mahasiswa Prodi Pendidikan Dasar Konsentrasi Matematika tentang tahap-tahap perkembangan inteligensi peserta didik.
2) Sebagai bahan kajian pada diskusi kelas mahasiswa Prodi Pendidikan Dasar Konsentrasi Matematika tentang implementasi perkembangan inteligensi peserta didik dalam pelaksanan pendidikan di sekolah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tahap-tahap Perkembangan Inteligensi Peserta Didik
Inteligensi berarti kecerdasan. Inteligensi adalah kemampuan untuk memperoleh berbagai informasi abstrak, menalar serta bertindak secara efisien dan efektif. Inteligensi juga bisa diartikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau produk yang dinilai di dalam satu atau lebih latar budaya. Pola inteligensi yang berbeda menyatukan perwakilan mental yang berfokus pada perbedaan individual. Inteligensi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah, serta kemampuan mengalahkan menguasai lingkungan secara efektif (Baharuddin, 2009 : 116).
Sedangkan istilah “intelektual” menunjukkan kata intelek yang berarti “cendekiawan” atau “cerdik pandai” Intelektual juga menunjukkan suatu aktivitas berpikir. Menurut kamus Webster New World Dictionary of the American Language dalam Baharuddin (2009 : 115), istilah intelect berarti: (a) kecakapan untuk berpikir, mengamati, atau mengerti, kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan sebagainya; (b) kecakapan mental yang besar; dan (c) pikiran atau inteligensi. Jadi inteligensi mengandung unsur-unsur yang sama dengan istilah “intelek”, yang menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir dan atau bertindak.
Menurut Baharuddin (2009 : 116), pada umur sekitar empat bulan, respon yang bersifat reflex mulai berkurang, pemberian respon terhadap setiap rangsangan telah mulai terkoordinasikan. Sebagai contoh, respon terhadap sinar dan warna mulai ditunjukkan dengan gerakan pandangan mata kea rah asal rangsangan itu dibuktikan.
Perkembangan lebih lanjut tentang perkembangan intelek di tunjukkan pada perilakunya, yaitu tindakan menolak dan memilih sesuatu. Tindakan itu berarti telah mendapatkan proses mempertimbangkan atau proses analisis evaluasi, sampai kemampuan menarik kesimpulan dan keputusan. Fungsi ini telah berkembang mengikuti kekayaan pengetahuannya tentang dunia luar dan proses belajar yang di dalamnya.
Fungsi intelek akan berkembang mengikuti kekayaan pengetahuannya tentang dunia luar serta proses belajarnya, pada saatnya seseorang akan mempunyai kemampuan melakukan pengamatan atau prediksi, perencanaan, dan berbagi kemampuan melakukan analisis dan sintesis. Perkembangan berfikir semacam ini dikenal sebagai perkembangan kognitif. Ada empat tahap perkembangan intelektual menurut teori Piaget, yaitu:
1. Tahap sensi motor (sejak lahir- 2 tahun), yaitu tahap sikuensial tatanan operasi mental yang progresif.
Karakteristik pada tahap ini meliputi:
a. Meniru, mengingat, dan berfikir.
b. Mulai mengenal dunia luar meskipun masih secara samar.
c. Aktivitas gerak refleks.
2. Tahap praoperasional (usia 2-7 tahun), yaitu urutan yang hierarki yang membentuk suatu tatanan operasi mental yang makin mantap dan terpadu. Karakteristik intelektual pada umur ini adalah:
a. Mengembangkan kecakapan berbahasa.
b. Mempunyai kemampuan berpikir dalam bentuk symbol.
c. Berpikir logis.
3. Tahap operasi nyata (usia 7-11 tahun): pencapaian bervariasi berkenaan dengan keterbatasan-keterbatasan tertentu yang menggabungkan pengaruh pemba:
a. Mampu memecahkan masalah yang nyata.
b. Mengerti hokum dan mampu membedakan baik dan buruk.
4. Tahap operasi formal (usia 11 dan seterusnya), yaitu memasukkan pengalaman baru ke dalam pola yang telah ada, akomodasi (mengubah struktur mental yang telah ada berhubungan dengan lingkungan yang berubah), dan equilibrasi (mencapai keseimbangan antara hal-hal yang telah dipahami lebih dahulu dan masukan baru). Karakteristik intelektual pada umur ini adalah:
a. Mampu memecahkan masalah yang abstrak.
b. Dapat berpikir ilmiah.
c. Mengembangkan kepribadian.
Dalam proses pendidikan, intelektual atau intelegensi menentukan perkembangan berpikir seseorang dalam hal belajar. Intelektual atau daya pikir berkembang sejalan dengan pertumbuhan saraf otak karena pikiran pada dasarnya menunjukkan fungsi otak. Diperjelas oleh John Anderson, “The result the study of cognitive psychology have implications for improving intelectual performance. ” Peristiwa belajar yang dialami oleh manusia bukan semata masalah respon terhadap stimulus (rangsangan) yang ada, melainkan adanya self regulation dan self direction yang pengukuran dan pengarahan diri yang dikomtrol oleh otak.
Kemampuan berpikir dipengaruhi oleh kematangan otak yang mampu menunjukkan fungsinya secara baik. Pertumbuhan syaraf yang telah matang akan diikuti oleh fungsinya dengan baik sehingga individu mengalami perkembangan kemampuan berpikirnya, manakala pertumbuhan syaraf pusat atau intelektual akan diawasi oleh kemampuan mengenal untuk mengetahui dunia luar.
Perkembangan intelektual remaja rata-rata berupa pada tahap keempat (kemampuan berfikir abstrak) yang menunjukkan perhatian seseorang kepada kejadian dan peristiwa tidak kekal. Misalnya, pilihan pada pekerjaan, corak hidup masyarakat, pilihan pasangan hidup yang sebenarnya masih jauh di hadapannya, dan lain-lain. Corak prilaku pribadinya di hari depan dan corak tingkah lakunya sekarang akan berbeda. Kemampuan abstraksi akan menentukan kepribadiannya.
Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terthadap situasi dan orang tua. Setiap pendapat orang tua dibandingkan dengan teori yang diikuti atau yang diharapkan sehingga tata-cara, adat istiadat yang berlaku di lingkungan keluarga sering terasa terjadi/ ada pertentangan denagan sikap kritis yang tampak pada perilakunya.
Pengaruh egosentrisme terlihat pada pikirannya yang menyebabkan kekakuan dalam cara berpikir maupun bertingkah laku remaja. Persoalan yang timbul pada masa remaja bertalian dengan perkembangan fisik yang dirasakan mencekam dirinya, dia berpikiran bahwa orang lain sepikiran atau tidak puas dengan penampilan dirinya. Egosentrisme dapat juga menimbulkan reaksi lain, yaitu remaja justru melebih-lebihkan diri dalam penilaian terhadap diri sendiri sehingga berani menentang melakukan aktivitas yang berisiko.
B. Implementasi Perkembangan Inteligensi dalam Pendidikan
Untuk dapat memberikan perlakuan-perlakuan pendidikan secara lebih tepat, perlu didasarkan kepada prinsip-prinsip perkembangan. Mendidik bukanlah sekedar memberikan informasi kepada orang lain. Mendidik merupakan proses membantu perkembangan peserta didik menuju kedewasaan menjadi dirinya sendiri. Oleh karenanya pendidik perlu mempelajari dan memahami perilaku peserta didik. Pendidik haruslah mengetahui pada taraf perkembangan apa sebenarnya anak yang dididik itu.
Agar pendidikan benar-benar dapat membantu perkembangan anak didik secara optimal, maka dalam memberikan pendidikan perlu memperhatikan dan mendasarkan diri pada faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan yaitu faktor bawaan, faktor lingkungan, faktor kematangan, dan faktor belajar (Eddy H dan Soebanoe, 1989 : 21). Pendidikan perlu mengintegrasikan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sehingga terjadi integrasi antara faktor-faktor tersebut, sehingga akan menimbulkan pengaruh yang kuat terhadap perkembangan anak dan mencapai tujuan pendidikan.
Anak-anak adalah pembelajar aktif, mengalami langsung pengalaman fisik dan sosial sebagaimana halnya pengetahuan yang ditransmisikan secara kultural untuk menyusun pemahaman-pemahaman mereka sendiri tentang dunia yang ada di sekitar mereka. Anak-anak memiliki kontribusi terhadap perkembangan dan belajar mereka sendiri sebagaimana halnya mereka berusaha untuk menanggapi pengalaman-pengalaman harian mereka di rumah, program usia dini dan komunitas. Prinsip-prinsip dari praktek yang sesuai dengan tahapan perkembangan didasarkan pada teori-teori dominan yang memandang bahwa perkembangan intelektual dari sebuah perspektif konstruktivis-interaktif (Dewey 1916; Piaget 1952; Vygotsky 1978; DeVries & Kohlberg 1990; Rogoff 1990; Gardner 1991; Kamii & Ewing 1996).
Bermain merupakan sebuah instrumen penting bagi perkembangan sosial, emosional, dan kognitif anak-anak, juga sebagai sebuah refleksi atas perkembangan mereka. Memahami bahwa anak adalah konstruktor-konstruktor aktif atas pengetahuan yang dimiliki dan bahwa perkembangan dan belajar sebagai hasil proses interaktif, para guru anak usia dini mengakui bahwa bermain bagi anak merupakan sebuh kontek yang sangat mendukung untuk proses-proses perkembangan tersebut (Piaget 1952; Fein 1981; Bergen 1988; Smilansky & Shefatya 1990; Fromberg 1992; Berk & Winsler 1995).
Perkembangan tingkat lanjut dicapai ketika anak-anak memiliki kesempatan-kesempatan untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan yang baru dikuasai, sebagaimana juga mereka mengalami sebuah tantangan dalam level di atas penguasaan mereka sekarang ini. Penelitian-penelitian mendemonstrasikan bahwa anak-anak perlu untuk mampu menegosiasikan sebagian besar tugas-tugas belajar dengan sukses untuk memelihara motivasi dan keteguhan mereka (Lary 1990; Brophy 1992). Dihadapkan pada kegagalan yang berulang, kebanyakan anak-anak berhenti untuk mencoba. Implikasinya adalah bahwa pada sebagian besar waktu para guru seharusnya menyediakan anak-anak dengan tugas-tugas yang dengan usaha-usahanya mereka dapat menyelesaikan dan mempresentasikannya sesuai dengan tingkat pemahaman mereka.
Anak-anak menunjukkan cara-cara yang berbeda dalam mengetahui dan belajar, dan cara-cara yang berbeda dalam merepresentasikan apa yang mereka ketahui. Pada kurun waktu tertentu, para teoritisi belajar dan ahli psikologi perkembangan telah mengakui bahwa manusia terlahir untuk memahami dunia dalam cara-cara yang beragam dan bahwa setiap individu cenderung memiliki preferensi atau model belajar tertentu. Studi-studi perbedaan dalam modalitas belajar telah menemukan hal yang kontras antara pembelajar visual, auditori, atau taktil. Sementara karya yang lain telah mengidentifikasi jenis pembelajar mandiri atau dependen (Witkin 1962).
Gardner (1983) memperluas konsep ini dengan berteori bahwa manusia paling tidak memiliki tujuh “intelegensi.” Sebagai tambahan terhadap kecerdasan tradisional yang penting bagi keberhasilan sekolah yaitu kecerdasan bahasa dan logika matematis, setiap individu paling tidak memiliki kecerdasan dalam bidang-bidang lain: musikal, spasial, kinestetik tubuh, intrapersonal dan interpersonal. Malaguzzi (1993) menggunakan metaphor “100 bahasa” untuk menggambarkan modalitas yang beragam yang digunakan anak-anak untuk memahami dunia dan merepresentasikan pengetahuan mereka. Proses-proses merepresentasikan pemahaman yang mereka miliki, dengan bantuan guru-guru, dapat membantu anak-anak memperdalam, memperbaiki, dan memperluas pemahaman mereka (Copple, Sigel, & Saunders 1984; Forman 1994; Katz 1995).
Prinsip modalitas yang beragam memberi implikasi bahwa para guru seharusnya menyediakan bukan hanyak kesempatan-kesempatan setiap anak secara individual menggunakan preferensi model belajarnya sebagai menjadi modal kekuatan mereka (Hale-Benson 1986) tetapi juga kesempatan-kesempatan untuk membantu anak-anak mengembangkan intelegensi-intelegensi yang mereka sadari tidak begitu menonjol.
Perkembangan anak-anak dalam semua bagiannya dipengaruhi oleh abilitas mereka untuk membangun dan memelihara sebuah hubungan primer yang positif secara konsisten dengan orang-orang dewasa dan anak-anak yang lain (Bowlby 1969; Stern 1985; Garbarino et al. 1992). Hubungan-hubungan primer ini berawal dalam keluarga tetapi kemudian meluas seiring berjalannya waktu termasuk guru-guru anak-anak dan anggota-anggota komunitas; oleh karena itu, praktek-praktek yang sesuai dengan tahapan perkembangan seharusnya memperhatikan dengan baik kebutuhan-kebutuhan fisik, sosial, dan emosi sebagaimana halnya perkembangan intelektual. Read More..

Proposal PTK

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
A. JUDUL PENELITIAN
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD BERBANTUKAN CD PEMBELAJARAN MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR KELAS VIIIA SMP NEGERI 1 LEBAKBARANG
B. BIDANG ILMU : MATEMATIKA
C. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. (Permendiknas No. 22 tahun 2006).
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Untuk mencapai kompetensi tersebut telah dikembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang disusun sebagai landasan pembelajaran. Standar kompetensi dan kompetensi dasar digunakan guru sebagai landasan di dalam membuat silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SMP/MTs meliputi aspek-aspek sebagai berikut. 1. Bilangan, 2. Aljabar, 3. Geometri dan Pengukuran, dan 4. Statistika dan Peluang.
Untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik, maka dilakukan penilaian hasil belajar baik yang dilakukan oleh satuan pendidikan ataupun oleh pemerintah. Penilaian hasil belajar yang dilakukan satuan pendidikan adalah ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ulangan kenaikan kelas, dan ujian sekolah. Sedangkan penilaian yang dilakukan oleh pemerintah berupa ujian nasional (UN).
Dari serangkaian proses penilaian tersebut, ternyata untuk mata pelajaran matematika belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal tersebut dapat diketahui diantaranya dari hasil ulangan harian yang belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan beberapa siswa tidak lulus karena hasil ujian nasional untuk mata pelajaran matematika rendah.
Permasalahan rendahnya prestasi belajar siswa tersebut juga terjadi di SMP 1 Lebakbarang Kabupaten Pekalongan. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar bertahun-tahun prestasi belajar geometri sebagai salah satu aspek mata pelajaran matematika masih belum memenuhi KKM. Salah satu materi geometri yang prestasi belajarnya belum memenuhi KKM terutama adalah materi tentang Bangun Ruang Sisi Datar yang dipelajari di kelas VIII semester 2. Hasil ulangan harian tahun sebelumnya pada materi tersebut rata-rata adalah 64 dan 40% siswa belum mencapai KKM yaitu 62. Padahal diharapkan rata-ratanya 75 dan seluruh siswa memenuhi KKM. Pemahaman konsep pada siswa kurang. Siswa terbiasa hanya menghafal rumus tanpa memahami proses penyusunan rumus tersebut.
Rendahnya prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Dari hasil observasi dan wawancara, diungkap factor penyebab masih rendahnya prestasi belajar sebagai berikut. (i) Sebagian siswa menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang menakutkan. Siswa terbiasa hanya menghafal rumus yang diberikan guru kemudian menggunakannya untuk berlatih mengerjakan soal-soal. (ii) Dari factor guru, guru masih menggunakan cara-cara pembelajaran konvensional yang terkesan tidak menarik perhatian siswa. (iii) Materi pelajaran matematika yang bersifat abstrak tidak mudah untuk dipahami siswa tanpa menggunakan alat bantu atau media pembelajaran.
Permasalahan rendahnya prestasi belajar pada materi Bangun Ruang Sisi Datar yang dipelajari di kelas VIII harus segara diatasi, karena materi tersebut merupakan materi esensial. Perlu diupayakan model pembelajaran yang mampu membangkitkan motivasi balajar siswa. Siswa menjadi tertarik untuk belajar baik sendiri atau berkelompok. Siswa secara aktif melibatkan diri di dalam menemukan konsep dan tidak sekedar menghafal pengertian atau rumus-rumus. Demikian pula perbedaan individu perlu mendapatkan perhatian yang memadai sehingga pembelajaran mengarah kepada perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
Model pembelajaran yang dipandang sesuai dengan harapan tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Sedangkan dalam upaya meningkatkan kemadirian dan motivasi siswa, perlu adanya media pembelajaran yang menarik sehingga lebih meningkatkan keefektifan pembelajaran. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya (Permendiknas No. 22 tahun 2006).
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti memunculkan suatu strategi baru yang akan dilaksanakan pada penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yaitu model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantukan CD pembelajaran dalam pembelajaran materi bangun ruang sisi datar siswa kelas VIII. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran untuk pengelompokan campuran yang melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab kelompok untuk pembelajaran individu anggota. Di dalam kelompok, siswa belajar secara bersama dengan mengamati CD pembelajaran yang berisi materi bangun ruang sisi datar. Materi dalam CD dikemas secara runtut dari penyajian standar kompetensi dan kompetensi dasar, indikator, materi pembelaharan, contoh-contoh soal dan penyelesaiannya, soal-soal latihan, dan evaluasi. Materi pembelajaran disajikan secara jelas dengan animasi yang menarik sehingga seolah-olah siswa berhadapan dengan benda kongkrit. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantukan CD pembelajaran dipandang sebagai alternative solusi meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar dalam pembelajaran materi bangun ruang sisi datar siswa kelas VIII.
2. Rumusan Masalah
1. Apakah melalui model pembelajaran kooperatif berbantukan CD pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan siswa pada pembelajaran materi bangun ruang sisi datar kelas VIII?
2. Apakah melalui model pembelajaran kooperatif berbantukan CD pembelajaran dapat meningkatkan ketrampilan proses pada pembelajaran materi bangun ruang sisi datar kelas VIII?
3. Apakah melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantukan CD pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar pada pembelajaran materi bangun ruang sisi datar kelas VIII?
3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Meningkatan keaktifan siswa pada pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD berbantukan CD pembelajaran pada pembelajaran materi bangun ruang sisi datar kelas VIII?
2. Meningkatan ketrampilan proses pada pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD berbantukan CD pembelajaran pada pembelajaran materi bangun ruang sisi datar kelas VIII?
3. Meningkatan prestasi belajar pada pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD berbantukan CD pembelajaran pada pembelajaran materi bangun ruang sisi datar kelas VIII? Read More..

Analisis Jurnal Kurikulum Turki

International Journal for Mathematics Teaching and Learning
[Online] http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/default.htm
Model Pengembangan Program dan Reformasi Kurikulum Matematika Sekolah Dasar di Turki
Oleh : Cem BABADOGAN dan Sinan OLKUN
ABSTRAK: Tujuan dari makalah ini adalah untuk mendiskusikan reformasi Pendidikan Matematika di Turki pada tingkat dasar berupa ringkasan jenis model pengembangan program dan perubahan yang terlibat dalam reformasi saat ini. Ada tiga model pengembangan program; terpusat pada subjek, berpusat pada pembelajar, dan terpusat pada masalah. Dalam hal konten, kurikulum matematika SD di Turki tampaknya lebih banyak mengadopsi kurikulum berpusat pada subjek meskipun klaim adalah berpusat pada seorang pembelajar. Dalam hal metode, bagaimanapun, belajar lebih ditekankan daripada mengajar. Pemahaman konseptual diberikan lebih penting daripada menghafal hafalan fakta dan aturan. Selain pengetahuan, keterampilan dan sikap juga tertanam dalam konten. Singkatnya lebih mengadopsi ilmu mendidik secara konstruktivis.
Kata Kunci: Reformasi kurikulum, pendidikan matematika, pendidikan dasar
Sejak Januari 2004, Departemen Pendidikan Nasional Turki telah dalam proses perubahan besar dalam hal kurikulum sekolah terutama di tingkat dasar. Reformasi telah diprakarsai oleh dana dari Uni Eropa. Kurikulum sekolah dasar di 5 mata pelajaran berbeda, termasuk matematika, telah sepenuhnya dibangun kembali dan mulai diimplementasikan di tahun 2005-2006 setelah uji coba di 100 sekolah dasar di 6 propinsi pada suatu tahun akademik. Ini bermaksud adalah pergeseran dari pendekatan behavioris ke lebih dari sebuah konstruktivis. Tujuan makalah ini adalah untuk mendiskusikan reformasi Pendidikan Matematika di tingkat dasar di Turki dengan meringkas proses model pengembangan program dan perubahan yang terlibat dalam reformasi saat ini.
Gerakan Reformasi di Turkiye
Studi internasional seperti TIMSS (1999), PISA (2003) menunjukkan bahwa Sistem pendidikan Turki tidak bekerja dengan baik dalam menghasilkan kualitas matematika dan ilmu pendidikan pada tingkat dasar. Siswa Turki jatuh di bawah rata-rata internasional di kedua studi. Indikator internasional seperti TIMSS, PISA, dan indikator internal lainnya seperti beberapa ujian nasional memaksa sistem pendidikan mengalami perubahan besar pada kedua kurikuler tingkat dasar dan menengah.
Bahkan, beberapa upaya telah dilakukan dalam sepuluh tahun terakhir untuk membuat perubahan dalam kurikulum. Banyak perubahan ini tidak melampaui permukaan kecuali revisi kurikulum prasekolah untuk usia 36-72 bulan dikembangkan pada tahun 2002. Program ini menempatkan anak di pusat kurikulum. Kegiatan yang direncanakan secara konstruktivis tetap memperhatikan perbedaan individu dalam belajar, dan meninggalkan ruang untuk lokalisasi kegiatan. Demikian pula, perubahan besar dalam 5 bidang studi yang berbeda pada tingkat dasar, di tempat sekarang. Sebagaimana disebutkan di atas, dasar gagasan di balik reformasi kurikuler ini adalah mengubah kurikulum dari terpusat pada subjek ke berpusat pada pembelajar dan mengubah pedagogies dari behavioris ke yang konstruktivis.
Model Pengembangan Kurikulum
Terutama ada tiga jenis model pengembangan kurikulum dalam literatur. Yaitu model terpusat pada subjek, model berpusat pada pembelajar, dan model-model terpusat pada masalah. Setiap proses pembangunan kurikulum dapat mematuhi salah satu dari model tersebut atau mengadopsi campuran dari tiga model. Pada bagian berikutnya, kita akan merangkum secara singkat ketiga model dan mencoba menempatkan perubahan kurikuler yang baru di Turki.
Model terpusat pada subjek
Perihal model berpusat pada subjek ini kembali ke zaman Yunani kuno dan periode Romawi. Hal ini masih berlaku dengan beberapa modifikasi dan tetap paling umum digunakan model. Dalam model ini, kurikulum terdiri dari mata pelajaran dan bidang studi terdiri dari mata pelajaran yang akan diajarkan. Singkatnya, prioritas diberikan kepada subyek. Model ini cocok idealisme dan realisme klasik sebagai latar belakang filosofis dan untuk filsafat pendidikan esensialisme nya. Upaya mulai dari tahun 2000 proses pengembangan kurikulum bergeser dari kurikulum terpusat pada subjek ke model proses pembangunan di Turkiye. Sekarang, anggapan sebagian besar adalah bahwa pelajar lebih penting daripada subyek. Oleh karena itu, model terpusat pelajar telah menjadi lebih populer sekarang.
Model berpusat pada pembelajar
Model ini menempatkan pelajar di pusat pengembangan program. Materi diajarkan dan peristiwa lainnya diatur sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Pembelajar bebas memilih apa pun yang mereka ingin belajar. Hal ini dapat mengklaim bahwa dasar filosofis dari model ini adalah pragmatisme. Filsafat pendidikan di belakang model ini adalah progressivism dan konstruktivisme.
Sekali lagi, kita bisa bicara tentang empat jenis model ini; model berorientasi individu, model berpusat pengalaman, model romantis atau radikal, dan model humanistik. Ada beberapa perbedaan antara model-model dalam hal prioritas. Jika diterapkan dengan baik, jenis-jenis model dapat dengan mudah menyebabkan
model terpusat pada masalah.
Model terpusat pada masalah
Model ini tertarik pada masalah sosial, kebutuhan, minat, dan kemampuan para peserta didik. Pendukung model ini menyatakan bahwa, melalui pendidikan, adalah mungkin untuk meningkatkan individu yang memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah sosial besar sehingga memungkinkan untuk menciptakan masyarakat yang sehat. Soal kurikulum berbasis model mengambil latar belakang filosofis dari sosial konstruksionisme sebagai filsafat pendidikan.
Dalam praktek, sementara mengembangkan kurikulum semua tiga model bisa dicampur atau digunakan di saat yang sama sejak masalah sosial, kebutuhan individu dan kepentingan, dan mata pelajaran inti semua pertimbangan penting yang tidak dapat berhenti dari. Oleh karena itu, sangat biasa untuk menggunakan beberapa aspek masing-masing model untuk membuat kurikulum kurang objectable.
Dasar karakteristik dari tiga model pengembangan kurikulum yang disebutkan di atas dapat diringkas seperti pada Tabel 1.

Kurikulum Matematika Baru
Perubahan dari yang lama ke kurikulum matematika baru yang diringkas dalam Gambar 2 (MEB, 2004). Perubahan ini terkait dengan konten, pengiriman, dan aspek-aspek penilaian yang baru kurikulum. Tampaknya, Turki baru dikembangkan mengadopsi kurikulum matematika dasar model campuran sementara menekankan model berpusat subjek dalam pengembangan konten dan model pembelajar berpusat di pedagogies dan teknik penilaian. Dalam hal ini, ini dapat dianggap suatu perubahan yang mendalam baik dari segi isi dan pedagogies tapi tidak di jalan konten dikembangkan. Konten yang tampaknya dikembangkan berdasarkan pendekatan berpusat subjek.
LAMA BARU
Kurikulum matematika sekolah dasar untuk kelas 1 sampai 5 berisi 1249 tujuan perilaku. Buku teks ditulis berdasarkan tujuan-tujuan ini sangat seragam dan membosankan. Kedua penulis buku teks dan guru yang erbatas membuat keputusan sangat terbatas. Ada 368 hasil pembelajaran yang merangkum pengetahuan dan keterampilan bagi siswa untuk pengembangkan. Ini hasil dapat diperoleh melalui kegiatan belajar yang berbeda. Jadi, penulis buku teks dan guru relatif lebih bebas untuk memproduksi atau memilih kegiatan.

Isi untuk kelas 4 dan 7 terlalu padat untuk mengikuti siswa mempertimbangkan perkembangan mereka. Konten tersebut didistribusikan secara merata dari kelas 1 sampai 8 kelas.
Metode pengajaran, teknik dan strategi yang bukan mahasiswa terpusat.
Kegiatan belajar-mengajar disusun paralel untuk belajar hasil memerlukan metode siswa yang berpusat, teknik, dan strategi.

Konten diorganisasikan berdasarkan cara mengajar. Konten diorganisasikan berdasarkan bagaimana siswa belajar.
Ada beberapa contoh aktivitas yang memerlukan penggunaan Manipulatif.
Hampir semua kegiatan sampel menunjukkan bagaimana menggunakan Manipulatif untuk konstruksi siswa pengetahuan.

Ada tumpang tindih konten dalam bidang studi lain Ada koneksi ke domain subjek lain.

Ada beberapa contoh matematika realistik. Harian menggunakan pengetahuan matematika ditekankan.
Ada sejumlah teknik penilaian alternatif, ekstra kurikuler, penelitian, dan proyek.
Alternatif teknik penilaian, kegiatan ekstrakurikuler, penelitian, dan proyek dimasukkan.

Semua siswa diharapkan menunjukkan kinerja yang sama, dengan tidak ada fleksibilitas lokal atau perbedaan individual. Ada sedikit ruang bagi siswa untuk memilih dari alternatif.
Menghormati perbedaan individu, pembelajaran yang berbeda dan gaya berpikir disarankan. Ada lebih banyak ruang bagi siswa untuk
memilih dari alternatif.

Ada sedikit menyebutkan tentang mengembangkan sikap positif dalam siswa.
Ada lebih menekankan pada bagaimana mengembangkan sikap positif terhadap matematika dan motivasi siswa.

Tabel 2. Membandingkan kurikulum yang lama dan yang baru
Proses pengembangan program di Turkiye ini diringkas dalam Gambar 3. Seperti yang terlihat dalam gambar, mulai dan berakhir dengan penilaian kebutuhan individu dan / atau masyarakat. Pendekatan ini mungkin menghasilkan kurikulum yang lebih responsif.













Gambar 3. Program Pengembangan model kurikulum baru
Ada banyak perubahan dalam konten yang disertakan dalam kurikulum matematika SD. Untuk Misalnya, sedangkan set yang diambil dari kurikulum sampai kelas enam, beberapa baru isi seperti pola, tessellations, simetri, pengelolaan data, tiga dimensi bangunan, dan visualisasi spasial termasuk dalam kurikulum yang baru. Perubahan ini sejalan dengan kurikulum di negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Inggris, Singapura, Irlandia, Belanda.
Konten tersebut disajikan dengan lebih menekankan pada pengetahuan konseptual daripada prosedural pengetahuan. Siswa diharapkan untuk menghitung Manipulatif, misalnya, sebelum belajar bagaimana menulis angka. Demikian pula, selain mengajar cara menambahkan atau mengurangi angka alam, siswa diperkenalkan dengan makna yang berbeda dari operasi dan pemodelan matematika dari soal cerita. Sekali lagi, penekanan lebih diberikan kepada arti yang berbeda dari fraksi dan beberapa representasi pengetahuan matematika.
Selain konten, ada juga perubahan keterampilan ditekankan dalam kurikulum. Misalnya, ada adalah peningkatan penekanan pada keterampilan makro seperti pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, sambungan, dan teknologi informasi serta keterampilan mikro seperti perhitungan, mental perhitungan dan estimasi. Keterampilan ini tidak ditangani secara sistematis alam kurikulum lama. Sebagai jika, mereka hanya tidak sengaja tersebar di sekitar.
Lain domain perubahan dalam kurikulum baru ini adalah pendekatan yang diambil terhadap penilaian belajar. penekanan lebih diberikan kepada proses evaluasi daripada evaluasi produk. Juga, bukan hanya menggunakan tes dan ujian, perangkat seperti portofolio, proyek-proyek, kerja kelompok digunakan dalam
penilaian pembelajaran siswa. Perubahan ini semua sejalan dengan pendekatan konstruktivis untuk belajar.
Perubahan paling menonjol tampaknya menjadi cara konten yang disampaikan. Seperti konstruktivis pedagogies sebagai pembelajaran aktif, penggunaan Manipulatif, pembelajaran kooperatif, dan penggunaan realistis dan tugas-tugas otentik ditekankan dalam kurikulum baru. Melalui belajar siswa aktif
membangun pengetahuan mereka sendiri dan menambahkan nilai intelektual di atasnya (Ward & Tiessen, 1997). Siswa yang ingin belajar. belajar Pengetahuan adalah tahan lama, lebih dialihkan ke domain lain, dan bermakna. Pasif siswa di sisi lain, adalah terbatas pada apa yang disajikan kepada mereka
(Carr di al., 1998). Dalam kelas itu menjadi sangat sulit untuk menjaga agar siswa termotivasi untuk belajar. DiAgar belajar terjadi, mahasiswa harus menjelaskan fenomena baru dengan yang telah ada pengetahuan (Clements 1997). Oleh karena itu, siswa tidak hanya secara fisik tetapi juga secara mental aktif dalam proses pembelajaran. Pendekatan seperti itu membutuhkan guru mengambil peran baru seperti mempertanyakan, mengatur, mengorganisir sambil mengurangi peran lain seperti mengatakan, menginstruksikan, mendikte.
Tidaklah mudah bagi para guru untuk beradaptasi dengan peran baru dengan mudah. Perubahan ini membutuhkan waktu yang ekstensif pelatihan pada para pengajar. Namun, ada sedikit perhatian diberikan untuk pelatihan guru di
seluruh proses reformasi. Ini juga kasus untuk pendidikan matematika. Banyak guru mungkin tidak memiliki bahkan menggunakan bahan beton dalam pengajaran matematika, namun, mereka sekarang diperlukan untuk digunakan dalam kelas mereka. Selain itu, tidak biasa untuk menemukan bahan-bahan manipulatif untuk mengajar dan belajar matematika di kelas biasa. Singkatnya, tampaknya, kekurangan Manipulatif dan kurangnya pelatihan guru adalah hambatan yang paling penting di depan baru reformasi kurikulum matematika.




Kesimpulan
Sejak berdirinya Republik Turki modern pada tahun 1923, reformasi telah banyak kurikuler diimplementasikan di sekolah-sekolah. Serupa dengan yang sekarang, hampir semuanya telah dimulai sebagai top-down proses reformasi. Setelah dikembangkan oleh sekelompok guru yang dipilih, akademisi, dan ahli kurikulum, kurikulum baru telah diujicobakan ke sejumlah sekolah. Kurikulum
telah direvisi sesuai dengan umpan balik yang sangat terbatas dari sekolah pilot dan pemangku kepentingan lainnya. Kurikulum reformasi di Turki tidak dianggap sebagai proses perbaikan jangka panjang namun relatif proses perubahan jangka pendek di mana suatu kurikulum statis dihasilkan. Singkatnya, ini adalah jangka pendek perbaikan, jenis jangka panjang pelaksanaan reformasi.
Ada perbedaan yang cukup besar dalam hal pendekatan yang dilakukan terhadap isi dan pengiriman pendidikan matematika di tingkat dasar. Perubahan ini memerlukan dua kurikuler penting perubahan yang kami pikir diabaikan oleh para reformator, pelatihan guru dan mengajar dan bahan belajar terutama matematika Manipulatif. Ada kebutuhan yang kuat untuk pelatihan guru dan
bahan manipulatif dalam tindakan kelas namun sangat sedikit yang telah dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ini. Meskipun kita mulai panggilan perubahan sebagai reformasi, terlalu dini untuk memperlakukan mereka seperti itu karena kita tidak tahu apakah perubahan kurikuler akan menghasilkan hasil yang diharapkan. Read More..