"Selamat datang di darsonmate. Kita akan berbagi pengalaman dan persahabatan. Ok"

Jumat, 30 April 2010

Perkembangan Intellegensi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Definisi pertumbuhan ialah perubahan secara fisiologis dari hasil proses kematangan fungsi-fungsi jasmani sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan (Baharuddin, 2009 : 66). Pertumbuhan dapat diartikan sebagai proses berubahnya keadaan jasmaniah (fisik) yang turun-temurun dalam bentuk proses aktif yang berkesinambungan (terstruktur). Sedangkan menurut Nana Syaodih (2003: 111), perkembangan berkenaan dengan peningkatan kualitas, yaitu peningkatan dan penyempurnaan fungsi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan berkenaan dengan penyempurnaan struktur, sedang perkembangan dengan penyempurnaan fungsi.
Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai persamaan yakni suatu peoses perubahan yang menuju kearah kesempurnaan. Kedua istilah tersebut bersifat integral. Adapun perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan adalah berdasarkan aspek-aspek berikut.
a. Pertumbuhan merupakan perubahan yang menuju kesempurnaan beraitan dengan fisik, perkembangan merupakan perubahan yang menuju kesempurnaan berkaitan dengan psikis.
b. Pertumbuhan yang bersifat kuantitatif menyangkut perubahan material yang bersifat biologis, seprti badan menjadi tegap, kaki dan tangan semakin panjang. Adapun perekmbangan merupakan proses perubahan yang bersifat kualitatif yang menyatu pada mutu fungsi orgam-organ jasmaniah atau penyempurnaan fungsi psikologi yang disandang oleg organ-organ fisik. (Baharudin, 2009 : 70).
Tinggi rendahnya mutu hasil perkembangan peserta didik terdiri dari factor-faktor sebagai berikut. (Ngalim Purwanto, 1999: 55).


a. Pembawaan
Pembawaan di tentukan oleh sifat-sifat dan cirri-ciri yang di bawa sejak lahir.
b. Kematangan
Tiap orang dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
c. Pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelejensi.
d. Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
e. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah.
Perkembangan anak pada dasarnya adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam seluruh dimensi yang ada dalam diri anak, baik dimensi fisik, dimensi sosial, dimensi emosi, kognitif (berpikir), dan dimensi spiritual. Dimensi-dimensi perkembangan anak meliputi fisik, sosial, emosi, kognitif, dan spiritual berhubungan erat satu sama lain. Perubahan dalam satu dimensi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh dimensi lain. Perkembangan dalam satu dimensi dapat membatasi atau memfasilitasi perkembangan pada dimensi-dimensi lainnya (Sroufe, Cooper, & DeHart 1992; Kostelnik, Soderman, & Whiren 1993 dalam Irwan Nuryana K, 2008).
Pada dasarnya, latar belakang pentingnya mempelajari perkembangan anak adalah bertumpu kepada kepentingan dunia pendidikan. Para tokoh pendidikan ataupun para ahli yang berkecimpung di dunia pendidikan marasa amat berkepentingan untuk memahami “rahasia anak” yang sedang dalam proses “tumbuh-kembang”. Comenius, seorang pendidik pada abad 16-17 mempunyai prinsip bahwa pengajaran harus menarik perhatian anak. Karenanya ia berupaya mempelajari sifat-sifat khas dari anak. Diketemukan bahwa anak tidak sama dengan orang dewasa, sehingga anak tidak boleh dianggap seperti orang dewasa yang bertubuh kecil. (Eddy H dan Soebanoe, 1989 : 19).
Pestalotzi, seorang pendidik anak-anak pada abad 18-19 berprinsip bahwa pendidikan harus sesuai dengan perkembangan jiwa anak. Karenanya, guru yang tanpa pengetahuan tentang kejiwaan anak, tak mampu berbuat banyak atau gagal (Eddy H dan Soebanoe, 1989 : 20).
Dari beberapa pandangan tersebut dapat diungkap bahwa seorang pendidik yang ingin berhasil hendaknya memahami perkembangan jiwa peserta didiknya. Pendidik mestinya memahami perkembangan peserta didik dari segala aspek. Karena perubahan dalam satu dimensi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh dimensi lain.
Dari seluruh aspek-aspek perkembangan perserta didik tersebut yang akan dibahas pada makalah ini adalah perkembangan inteligensi peserta didik. Menurut Edward Thorndike dalam Baharuddin (2009), “Intelligence is demonstrable in ability of the individual to make good responses from the stand point of truth or falt”. (Inteligensi ialah kemampuan individu untuk memberikan respons yang tepat (baik), terhadap stimulus yang diterimanya).

B. Permasalahan
1) Bagaimanakah tahap-tahap perkembangan inteligensi peserta didik?
2) Bagaimanakah implementasi perkembangan inteligensi peserta didik dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah?




C. Tujuan dan Manfaat
a. Tujuan
1) Mendiskripsikan tahap-tahap perkembangan inteligensi peserta didik?
2) Mengungkap implementasi perkembangan inteligensi peserta didik dalam pelaksanan pendidikan di sekolah
b. Manfaat
1) Menambah bekal pengetahuan dan sebagai bahan kajian pada diskusi kelas mahasiswa Prodi Pendidikan Dasar Konsentrasi Matematika tentang tahap-tahap perkembangan inteligensi peserta didik.
2) Sebagai bahan kajian pada diskusi kelas mahasiswa Prodi Pendidikan Dasar Konsentrasi Matematika tentang implementasi perkembangan inteligensi peserta didik dalam pelaksanan pendidikan di sekolah.


















BAB II
PEMBAHASAN
A. Tahap-tahap Perkembangan Inteligensi Peserta Didik
Inteligensi berarti kecerdasan. Inteligensi adalah kemampuan untuk memperoleh berbagai informasi abstrak, menalar serta bertindak secara efisien dan efektif. Inteligensi juga bisa diartikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau produk yang dinilai di dalam satu atau lebih latar budaya. Pola inteligensi yang berbeda menyatukan perwakilan mental yang berfokus pada perbedaan individual. Inteligensi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah, serta kemampuan mengalahkan menguasai lingkungan secara efektif (Baharuddin, 2009 : 116).
Sedangkan istilah “intelektual” menunjukkan kata intelek yang berarti “cendekiawan” atau “cerdik pandai” Intelektual juga menunjukkan suatu aktivitas berpikir. Menurut kamus Webster New World Dictionary of the American Language dalam Baharuddin (2009 : 115), istilah intelect berarti: (a) kecakapan untuk berpikir, mengamati, atau mengerti, kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan sebagainya; (b) kecakapan mental yang besar; dan (c) pikiran atau inteligensi. Jadi inteligensi mengandung unsur-unsur yang sama dengan istilah “intelek”, yang menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir dan atau bertindak.
Menurut Baharuddin (2009 : 116), pada umur sekitar empat bulan, respon yang bersifat reflex mulai berkurang, pemberian respon terhadap setiap rangsangan telah mulai terkoordinasikan. Sebagai contoh, respon terhadap sinar dan warna mulai ditunjukkan dengan gerakan pandangan mata kea rah asal rangsangan itu dibuktikan.
Perkembangan lebih lanjut tentang perkembangan intelek di tunjukkan pada perilakunya, yaitu tindakan menolak dan memilih sesuatu. Tindakan itu berarti telah mendapatkan proses mempertimbangkan atau proses analisis evaluasi, sampai kemampuan menarik kesimpulan dan keputusan. Fungsi ini telah berkembang mengikuti kekayaan pengetahuannya tentang dunia luar dan proses belajar yang di dalamnya.
Fungsi intelek akan berkembang mengikuti kekayaan pengetahuannya tentang dunia luar serta proses belajarnya, pada saatnya seseorang akan mempunyai kemampuan melakukan pengamatan atau prediksi, perencanaan, dan berbagi kemampuan melakukan analisis dan sintesis. Perkembangan berfikir semacam ini dikenal sebagai perkembangan kognitif. Ada empat tahap perkembangan intelektual menurut teori Piaget, yaitu:
1. Tahap sensi motor (sejak lahir- 2 tahun), yaitu tahap sikuensial tatanan operasi mental yang progresif.
Karakteristik pada tahap ini meliputi:
a. Meniru, mengingat, dan berfikir.
b. Mulai mengenal dunia luar meskipun masih secara samar.
c. Aktivitas gerak refleks.
2. Tahap praoperasional (usia 2-7 tahun), yaitu urutan yang hierarki yang membentuk suatu tatanan operasi mental yang makin mantap dan terpadu. Karakteristik intelektual pada umur ini adalah:
a. Mengembangkan kecakapan berbahasa.
b. Mempunyai kemampuan berpikir dalam bentuk symbol.
c. Berpikir logis.
3. Tahap operasi nyata (usia 7-11 tahun): pencapaian bervariasi berkenaan dengan keterbatasan-keterbatasan tertentu yang menggabungkan pengaruh pemba:
a. Mampu memecahkan masalah yang nyata.
b. Mengerti hokum dan mampu membedakan baik dan buruk.
4. Tahap operasi formal (usia 11 dan seterusnya), yaitu memasukkan pengalaman baru ke dalam pola yang telah ada, akomodasi (mengubah struktur mental yang telah ada berhubungan dengan lingkungan yang berubah), dan equilibrasi (mencapai keseimbangan antara hal-hal yang telah dipahami lebih dahulu dan masukan baru). Karakteristik intelektual pada umur ini adalah:
a. Mampu memecahkan masalah yang abstrak.
b. Dapat berpikir ilmiah.
c. Mengembangkan kepribadian.
Dalam proses pendidikan, intelektual atau intelegensi menentukan perkembangan berpikir seseorang dalam hal belajar. Intelektual atau daya pikir berkembang sejalan dengan pertumbuhan saraf otak karena pikiran pada dasarnya menunjukkan fungsi otak. Diperjelas oleh John Anderson, “The result the study of cognitive psychology have implications for improving intelectual performance. ” Peristiwa belajar yang dialami oleh manusia bukan semata masalah respon terhadap stimulus (rangsangan) yang ada, melainkan adanya self regulation dan self direction yang pengukuran dan pengarahan diri yang dikomtrol oleh otak.
Kemampuan berpikir dipengaruhi oleh kematangan otak yang mampu menunjukkan fungsinya secara baik. Pertumbuhan syaraf yang telah matang akan diikuti oleh fungsinya dengan baik sehingga individu mengalami perkembangan kemampuan berpikirnya, manakala pertumbuhan syaraf pusat atau intelektual akan diawasi oleh kemampuan mengenal untuk mengetahui dunia luar.
Perkembangan intelektual remaja rata-rata berupa pada tahap keempat (kemampuan berfikir abstrak) yang menunjukkan perhatian seseorang kepada kejadian dan peristiwa tidak kekal. Misalnya, pilihan pada pekerjaan, corak hidup masyarakat, pilihan pasangan hidup yang sebenarnya masih jauh di hadapannya, dan lain-lain. Corak prilaku pribadinya di hari depan dan corak tingkah lakunya sekarang akan berbeda. Kemampuan abstraksi akan menentukan kepribadiannya.
Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terthadap situasi dan orang tua. Setiap pendapat orang tua dibandingkan dengan teori yang diikuti atau yang diharapkan sehingga tata-cara, adat istiadat yang berlaku di lingkungan keluarga sering terasa terjadi/ ada pertentangan denagan sikap kritis yang tampak pada perilakunya.
Pengaruh egosentrisme terlihat pada pikirannya yang menyebabkan kekakuan dalam cara berpikir maupun bertingkah laku remaja. Persoalan yang timbul pada masa remaja bertalian dengan perkembangan fisik yang dirasakan mencekam dirinya, dia berpikiran bahwa orang lain sepikiran atau tidak puas dengan penampilan dirinya. Egosentrisme dapat juga menimbulkan reaksi lain, yaitu remaja justru melebih-lebihkan diri dalam penilaian terhadap diri sendiri sehingga berani menentang melakukan aktivitas yang berisiko.
B. Implementasi Perkembangan Inteligensi dalam Pendidikan
Untuk dapat memberikan perlakuan-perlakuan pendidikan secara lebih tepat, perlu didasarkan kepada prinsip-prinsip perkembangan. Mendidik bukanlah sekedar memberikan informasi kepada orang lain. Mendidik merupakan proses membantu perkembangan peserta didik menuju kedewasaan menjadi dirinya sendiri. Oleh karenanya pendidik perlu mempelajari dan memahami perilaku peserta didik. Pendidik haruslah mengetahui pada taraf perkembangan apa sebenarnya anak yang dididik itu.
Agar pendidikan benar-benar dapat membantu perkembangan anak didik secara optimal, maka dalam memberikan pendidikan perlu memperhatikan dan mendasarkan diri pada faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan yaitu faktor bawaan, faktor lingkungan, faktor kematangan, dan faktor belajar (Eddy H dan Soebanoe, 1989 : 21). Pendidikan perlu mengintegrasikan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sehingga terjadi integrasi antara faktor-faktor tersebut, sehingga akan menimbulkan pengaruh yang kuat terhadap perkembangan anak dan mencapai tujuan pendidikan.
Anak-anak adalah pembelajar aktif, mengalami langsung pengalaman fisik dan sosial sebagaimana halnya pengetahuan yang ditransmisikan secara kultural untuk menyusun pemahaman-pemahaman mereka sendiri tentang dunia yang ada di sekitar mereka. Anak-anak memiliki kontribusi terhadap perkembangan dan belajar mereka sendiri sebagaimana halnya mereka berusaha untuk menanggapi pengalaman-pengalaman harian mereka di rumah, program usia dini dan komunitas. Prinsip-prinsip dari praktek yang sesuai dengan tahapan perkembangan didasarkan pada teori-teori dominan yang memandang bahwa perkembangan intelektual dari sebuah perspektif konstruktivis-interaktif (Dewey 1916; Piaget 1952; Vygotsky 1978; DeVries & Kohlberg 1990; Rogoff 1990; Gardner 1991; Kamii & Ewing 1996).
Bermain merupakan sebuah instrumen penting bagi perkembangan sosial, emosional, dan kognitif anak-anak, juga sebagai sebuah refleksi atas perkembangan mereka. Memahami bahwa anak adalah konstruktor-konstruktor aktif atas pengetahuan yang dimiliki dan bahwa perkembangan dan belajar sebagai hasil proses interaktif, para guru anak usia dini mengakui bahwa bermain bagi anak merupakan sebuh kontek yang sangat mendukung untuk proses-proses perkembangan tersebut (Piaget 1952; Fein 1981; Bergen 1988; Smilansky & Shefatya 1990; Fromberg 1992; Berk & Winsler 1995).
Perkembangan tingkat lanjut dicapai ketika anak-anak memiliki kesempatan-kesempatan untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan yang baru dikuasai, sebagaimana juga mereka mengalami sebuah tantangan dalam level di atas penguasaan mereka sekarang ini. Penelitian-penelitian mendemonstrasikan bahwa anak-anak perlu untuk mampu menegosiasikan sebagian besar tugas-tugas belajar dengan sukses untuk memelihara motivasi dan keteguhan mereka (Lary 1990; Brophy 1992). Dihadapkan pada kegagalan yang berulang, kebanyakan anak-anak berhenti untuk mencoba. Implikasinya adalah bahwa pada sebagian besar waktu para guru seharusnya menyediakan anak-anak dengan tugas-tugas yang dengan usaha-usahanya mereka dapat menyelesaikan dan mempresentasikannya sesuai dengan tingkat pemahaman mereka.
Anak-anak menunjukkan cara-cara yang berbeda dalam mengetahui dan belajar, dan cara-cara yang berbeda dalam merepresentasikan apa yang mereka ketahui. Pada kurun waktu tertentu, para teoritisi belajar dan ahli psikologi perkembangan telah mengakui bahwa manusia terlahir untuk memahami dunia dalam cara-cara yang beragam dan bahwa setiap individu cenderung memiliki preferensi atau model belajar tertentu. Studi-studi perbedaan dalam modalitas belajar telah menemukan hal yang kontras antara pembelajar visual, auditori, atau taktil. Sementara karya yang lain telah mengidentifikasi jenis pembelajar mandiri atau dependen (Witkin 1962).
Gardner (1983) memperluas konsep ini dengan berteori bahwa manusia paling tidak memiliki tujuh “intelegensi.” Sebagai tambahan terhadap kecerdasan tradisional yang penting bagi keberhasilan sekolah yaitu kecerdasan bahasa dan logika matematis, setiap individu paling tidak memiliki kecerdasan dalam bidang-bidang lain: musikal, spasial, kinestetik tubuh, intrapersonal dan interpersonal. Malaguzzi (1993) menggunakan metaphor “100 bahasa” untuk menggambarkan modalitas yang beragam yang digunakan anak-anak untuk memahami dunia dan merepresentasikan pengetahuan mereka. Proses-proses merepresentasikan pemahaman yang mereka miliki, dengan bantuan guru-guru, dapat membantu anak-anak memperdalam, memperbaiki, dan memperluas pemahaman mereka (Copple, Sigel, & Saunders 1984; Forman 1994; Katz 1995).
Prinsip modalitas yang beragam memberi implikasi bahwa para guru seharusnya menyediakan bukan hanyak kesempatan-kesempatan setiap anak secara individual menggunakan preferensi model belajarnya sebagai menjadi modal kekuatan mereka (Hale-Benson 1986) tetapi juga kesempatan-kesempatan untuk membantu anak-anak mengembangkan intelegensi-intelegensi yang mereka sadari tidak begitu menonjol.
Perkembangan anak-anak dalam semua bagiannya dipengaruhi oleh abilitas mereka untuk membangun dan memelihara sebuah hubungan primer yang positif secara konsisten dengan orang-orang dewasa dan anak-anak yang lain (Bowlby 1969; Stern 1985; Garbarino et al. 1992). Hubungan-hubungan primer ini berawal dalam keluarga tetapi kemudian meluas seiring berjalannya waktu termasuk guru-guru anak-anak dan anggota-anggota komunitas; oleh karena itu, praktek-praktek yang sesuai dengan tahapan perkembangan seharusnya memperhatikan dengan baik kebutuhan-kebutuhan fisik, sosial, dan emosi sebagaimana halnya perkembangan intelektual.



















BAB III
SIMPULAN DAN PENUTUP
A. Simpulan
Pertumbuhan dan perkembangan pada dasarnya adalah perubahan, perubahan menuju ke tahap yang lebih tinggi atau lebih baik. Ada beberapa perbedaan antara pertumbuhan dengan perkembangan. Pertumbuhan lebih banyak berkenaan dengan apek-aspek jasmani atau fisik, sedangkan perkembangan dfengan aspek-aspek psikis atau rohaniah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi seseorang adalah sebagai berikut:
1. Pembawaan
2. Kematangan
3. Pembentukan
4. Minat dan pembawaan yang khas
5. Kebebasan
Ada empat tahap perkembangan intelektual menurut teori Piaget, yaitu:
1. Tahap sensi motor (sejak lahir- 2 tahun), yaitu tahap sikuensial tatanan operasi mental yang progresif.
2. Tahap praoperasional (usia 2-7 tahun), yaitu urutan yang hierarki yang membentuk suatu tatanan operasi mental yang makin mantap dan terpadu.
3. Tahap operasi nyata (usia 7-11 tahun): pencapaian bervariasi berkenaan dengan keterbatasan-keterbatasan tertentu yang menggabungkan pengaruh pembaan dengan lingkungan sekitar.
4. Tahap operasi formal (usia 11 dan seterusnya), yaitu memasukkan pengalaman baru ke dalam pola yang telah ada, akomodasi (mengubah struktur mental yang telah ada berhubungan dengan lingkungan yang berubah), dan equilibrasi (mencapai keseimbangan antara hal-hal yang telah dipahami lebih dahulu dan masukan baru).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar