"Selamat datang di darsonmate. Kita akan berbagi pengalaman dan persahabatan. Ok"

Selasa, 28 Desember 2010

Kurikulum Jepang dan Filipina

ANALISIS ” Kurikulum Pendidikan Matematika Dasar
di Jepang dan Filipina”
Oleh
DARSONO

Judul           :  Elementary Mathematics Education Curriculum of Japan and the Philippines
Pengarang   :  Robesa R. Hilario and Du Wei
Asal              :  Robesa R. Hilario, Department Of Education Philippines
                        Du Wei, Akita Uniersity, Akita, Japan
Tahun          :  2006
Penerbit       :  CiNii, National Institute of Informatics Scholarly and Academic Information Navigator
Tempat        :  Jepang
ANALISIS

1.      Dalam makalah ini, peneliti membandingkan antara kurikulum matematika untuk pendidikan dasar di Jepang dan Filipina. Hal yang dibandingkan adalah persamaan dan perbedaan dalam tujuan pembelajaran setiap tingkat kelas, waktu yang dialokasikan untuk mengajar matematika dan buku pelajaran matematika yang digunakan di kelas. Melalui perbandingan tersebut, kekurangan dan kelebihan kurikulum masing-masing negara akan diidentifikasi dan dikembangkan. Dengan membandingkan kurikulum di kedua negara tersebut barangkali dapat diadopsi guna peningkatan pendidikan matematika termasuk di negara lain tak terkecuali Indonesia khususnya untuk matematika tingkat Sekolah Dasar (SD).
Sistem sekolah Jepang terdiri dari enam tahun sekolah dasar, tiga tahun sekolah menengah pertama, tiga tahun sekolah menengah atas dan empat tahun Universitas. Sedangkan sistem pendidikan di Filipina terdiri dari enam tahun tingkat pertama, empat tahun di tingkat kedua, dan empat sampai lima tahun di tingkat ketiga.
Tujuan kurikuler dari kedua negara dalam pendidikan matematika dasar hampir sama.  Keduanya berusaha untuk memberikan para siswa dengan berbagai dan beragam pengalaman yang akan meningkatkan kemampuan mereka  untuk berpikir secara logis dan kreatif menggunakan masalah matematika yang didasarkan pada situasi kehidupan nyata.
Filipina mempunyai waktu belajar mengajar matematka lebih besar daripada di Jepang. Di kelas 1, murid-murid Filipina mempelajari matematika hampir dua kali lebih banyak dari teman-teman mereka di Jepang dalam satu tahun ajaranya.
Bahasa pengantar matematika di Filipina adalah bahasa Inggris sedangkan di Jepang adalah bahasa asli mereka, yaitu Nihongo.
Buku pelajaran di Filipina harus digunakan dan direvisi setidaknya setiap lima tahun sedangkan di Jepang setiap tiga atau empat tahun. Buku pelajaran matematika di Jepang menggunakan gambar asli tempat, benda dan hal-hal lain yang memiliki relativitas dengan isi atau pelajaran yang disajikan dalam buku. Buku pelajaran di Filipina adalah monokromatik satu warna. Mereka memiliki banyak latihan dasar perhitungan.
2.      Suatu hal yang penulis anggap mutahir dalam makalah ini adalah bahwa kurikulum matematika di Jepang tidak sepadat yang ada di Filipina. Kurikulum matematika dasar Jepang memiliki tujuan belajar lebih sedikit daripada Filipina sehingga sebagian besar siswa Jepang memiliki cukup waktu untuk menyerap dan memahami setiap pelajaran. Mereka bahkan memiliki waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan karya tangan dan kegiatan menyenangkan lainnya tapi merangsang dalam belajar matematika. Siswa Jepang belajar untuk menikmati matematika dan memiliki kemampuan untuk menghubungkan pelajaran mereka dalam situasi kehidupan nyata.
Akan tetapi ada hal yang menarik yaitu bahwa bahasa pengantar matematika di Filipina adalah bahasa Inggris. Sedangkan di Indonesia, pembelajaran dengan bahasa Inggris baru dilaksanakan sebagian kecil sekolah yaitu RSBI atai SBI.
3.      Kurikulum 1971 adalah kurikulum yang sangat sarat materi sementara sekolah-sekolah di Jepang belum memadai baik dari segi fasilitas maupun kemampuan guru-gurunya. Sehingga kurikulum tersebut terlalu memberatkan dan kurang berhasil. Oleh karena itu muncullah ide untuk memberikan pendidikan yang lebih mementingkan keleluasaan waktu dan ruang. Itulah yang disebut yutorikyouiku. Jumlah jam pelajaran SD per tahun berkurang sebanyak 36 jam, dan SMP sebanyak 385 jam.
Indikator pemerintah untuk mengukur keberhasilan pendidikan di Jepang adalah pengukuran internasional yang diselenggarakan negara-negara OECD, yaitu PISA dan TIMMS, sebab Jepang tidak menerapkan sistem ujian nasional. Pada tahun 1995, prestasi siswa SD dan SMP Jepang menempati urutan pertama, namun tahun-tahun selanjutnya mengalami penurunan. Dalam rangka pelaksanaan yutorikyouiku, pemerintah juga menerapkan 5 hari sekolah, yaitu dari hari Senin sampai Jumat. Tujuan kebijakan ini adalah agar siswa dapat lebih banyak menghabiskan waktunya dengan keluarga dan belajar lebih banyak di lingkungannya pada akhir pekan.
Dengan hasil PISA yang mengecewakan, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan untuk melaksanakan kembali gakuryoku tesuto (tes kemampuan akademik) tahun 2007, yang pernah dilaksanakan pada tahun 1960.
Karakteristik kurikulum Jepang yang lainnya adalah ide ikiru chikara dan sōgōtekina gakushū jikan. Konsep ikiru chikara adalah konsep yang hendak membudayakan jiwa dan melatih kekuatan dan kemampuan untuk hidup di tengah masyarakat.
Perkembangan matematika di luar negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika di Indonesia. Di dalam negeri, tahun 1984 pemerintah melaunching kurikulum baru, yaitu kurikulum tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut antara lain, adanya sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara program kurikulum di satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, CBSA (cara belajar siswa aktif) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum tersebut.
Setelah beberapa dekade dan secara khusus sepuluh tahun berjalan dengan kurikulum 1994, pola-pola lama bahwa guru menerangkan konsep, guru memberikan contoh, murid secara individual mengerjakan latihan, murid mengerjakan soal-soal pekerjaan rumah hanya kegiatan rutin saja disekolah, sementara bagaimana keragaman pikiran siswa dan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasannya kurang menjadi perhatian.
Tahun 2004 pemerintah melaunching kurikulum baru dengan nama kurikulum berbasis kompetesi. Prinsip dasar dari kurikulum tersebut adalah bahwa setiap siswa mampu mempelajari apa saja hanya waktu yang membedakan mereka dalam ketuntasan belajar.
4.      Dilihat dari ini kurikulum matematika Sekolah Dasar di Jepang dan Filipina, hampir sama dengan di Indonesia. Mata pelajaran Matematika SD di Indonesia bertujuan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Untuk mengembangkan kemampuan tersebut disusun standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika i sebagai landasan pembelajaran.
Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI di Indonesia meliputi aspek-aspek (1) Bilangan, (2)Geometri dan pengukuran, dan (3)Pengolahan data. Sedangkan di Jepang dan Filipina pada pendidikan dasar (SD) belum ada materi tentang pengolahan data.
Dilihat dari kompetensi dasarnya , untuk SD di Indonesia kelas 1 sudah diperkenalkan bangun geometri seperti segitiga, segi empat, dan lingkaran dan mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya. Hal ini belum dilakukan di SD di Jepang ataupun di Filipina. Di Filipina kelas 1 sudah diperkenalkan bilangan ½ dan ¼ sementara di Indonesia dan di Jepang belum. Di Indoneisa baru diperkenalkan bilangan pecahan pada saat kelas 3 dan di Jepang pada saat kelas 4.
5.      Pendekatan pembelajaran matematika di Indonesia yang diamanatkan oleh standar isi adalah pemecahan masalah. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem).
Hal ini juga terjadi di Jepang terlihat dari buku pelajaran matematika di Jepang menggunakan gambar asli tempat, benda dan hal-hal lain yang memiliki relativitas dengan isi atau pelajaran yang disajikan dalam buku. Buku pelajarannya berwarna-warni dan memiliki banyak foto dan gambar.

Simpulan
  1. Secara umum setiap negara melakukan reformasi/pembaharuan kurikulum sekitar 10 tahun untuk meningatkan mutu pendidikan di negaranya.
  2. Reformasi bidang pendidikan selain mengubah/menyempurnakan kurikulum juga dilakukan terhadap struktur program kurikulum, pendekatan proses pembelajarannya, dan buku sumber belajarnya.
  3. Struktur program pembelajaran matematika di tingkat SD di Jepang, Filipina, dan Indonesia hampir sama atau sebagian besar sama. Beberapa perbedaan terletak pada urutan penyajian di kelas yang berbeda.  Akan tetapi tujuan belajar dan alokasi waktu matematika dasar di Filipina lebih banyak dari waktu dan tujuan yang ditentukan di Jepang.  Sedangkan di Indonesia matematika SD diajarkan selama 5 kali 35 menit setiap minggu dan terdapat 34-38 minggu dalam setahun. Sehingga dari segi alokasi waktu di Indonesia lebih sedikit dibanding Jepang atau Filipina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar